Memoar: Is not all on YOU!

Hati ini begitu tertusuk, gambaran betapa perihnya kehidupan ini. Aku yang seorang diri disini, belas kasih itu seolah hilang dihadapanku, seolah menjauh dari tatapanku. Bingung, sedih, kecewa, dan sakit hati ini telah merenggut kehidupanku. Tanggap, senang, tenang, dan bahagia seakan tak mau menyentuhku lagi. Mereka menghilang disaat aku berpeluang mencuri segalanya yang beraroma surga, mereka datang saat aku tak lagi membutuhkannya. Takdir berkata lain, tak seharusnya aku yang nomor satu!

Kini aku tenang, dan harus kujaga ketenangan ini. Tenang yang membawa kesengsaraan, apakah harus tetap kujaga? Jangan menyerbuku dengan pertanyaan itu, aku harap kalian diam. Akupun ikut terdiam, diam, dan DIAM! Dan aku diam bukan berarti tak tahu semuanya. Hanya karena senyum di wajah, kau telah mengira aku bahagia? Terkadang itu hanya berarti diriku cukup kuat mengatasai segalanya. Namun, aku akan tetap tersenyum selama yang aku mau karena aku tak berminat meninggalkan sesuatu. Terserah orang mau bilang apa, pokoknya itu keputusanku sendiri.

Hei, diriku! Rasa sakit, penderitaan yang kau buat, dendam, semua itu bagaikan membasuh aib dalam sebuah cermin. Kalau saja aku mampu berkata pada kenyataan, mungkin akan muncul jawaban. Bagimu, apa itu hidup? Bagiku, hidup itu seperti sekarang ini terlihat jelas pada tubuhku. Aku… hidup untuk membunuh.

Hei, diriku! Menjeritlah! Menjerit sekencang apapun, kau tetap akan menerima perlakuan ini. Inilah takdirmu. Sudah kubilang kan? Takdir sedang bermain-main denganku. Ilusi jadi terasa nyata, kenyataan jadi kacau. Dimana kenyataanku? Aku merasa ada yang bisa kulakukan dengan takdir ini. Kalau begitu mari kita bertarung!

Sekarang aku sedang berada pada puncak tertinggi menuju otak yang tak lagi stabil. Kenapa aku ada disini? Ah, tiap kali memikirkannya, kepalaku jadi kosong. Aku tak mengerti. Untuk apa aku ke puncak ini? Hati kecilku berbisik bagaikan ular yang tengah berdesis menjawab petanyaanku sendiri, “Untuk menjadi tengkorak (mungkin)”. Psssst.

Untuk menjadi yang terbaik! Bukan, kau salah. Aku hanyalah diriku apa adanya, pemuda biasa yang ingin menang. Ingin menang mengalahkan lawan dan diri sendiri. Tunggu… apa kau tahu siapa lawanku sebenarnya? Beruang kutub? Anjing? Serigala? Setan? Oooooh, aku tahu. Itu kau kan?!

Aku tak mau sendirian, jadi aku harap kau tak keberatan jika aku membawa keenam teman terbaikku. Aku tak mau peristiwa ini terus berlanjut, saat kau bermain dengan panas yang berhasil menjebakku hingga membuat nadi leherku teronggok kaku dalam daging segar. Itu sudah cukup membuat aku tegar. Yah, teman-temanku. Seandainya mereka berenam tak ada, apa caraku melihat dunia akan berbeda?

Hei, diriku! Di dalam dirimu penuh dengan kekosongan, hanya hati ini yang sampai saat ini terus bergejolak untuk tetap berharap pada peluang itu. Kalau saja kita menyatukan jiwa jadi satu, kita bisa merampas hal yang bisa direbut. Begitu ya! Hum, tetap saja tak bisa. Kehidupanmu sudah mati, buang saja. Buang tubuh ini agar bisa hidup lebih lama menyiasati kepedihanmu. Dalam keabadian, aku menemukan setitik harapan. Harapan apa lagi yang siap menghantuimu, diriku?

Maaf karena aku terlalu meremehkanmu. Mungkin aku ingin jadi manusia yang tak berhati. xx

3 respons untuk ‘Memoar: Is not all on YOU!

Terimakasih atas kunjungan Anda. Kritik dan saran dapat disampaikan pada kotak komentar, ya! Silakan tinggalkan komentar Anda dengan sopan.